Puspita begitu kaget saat membaca status di jejaring sosial dunia
maya yang ditulis salah seorang siswanya di sebuah sekolah dasar
terpadu. Siswa tersebut memang sering mengumpat dengan kasar pada
temannya bahkan ke orang tuanya. Namun, yang paling membuatnya kaget,
status terakhir siswa tersebut berisi kalimat yang bermuatan pornografi
yang ditujukan pada salah seorang guru perempuannya.
Tak hanya Puspita, Anna seorang guru mengaji juga kaget memperhatikan
ungkapan-ungkapan murid-muridnya dalam media pertemanan dunia maya itu.
Anak-anak yang dengan santun mencium tangannya saat bertemu dan
berbicara cukup sopan itu, ungkapannya di situs tersebut sangat kasar
dan tidak layak untuk diucapkan oleh anak-anak.
Ketika Anna membicarakannya dengan para orang tua, rata-rata mereka
mengaku tidak tahu-menahu apa yang dilakukan anak-anaknya di dunia maya
tersebut. Beberapa ibu mengaku jarang online sehingga tak sempat
mengikuti perkembangan interaksi anaknya. Sedangkan sebagian besar ibu
lainnya mengaku bahkan tak bisa mengakses internet.
Fenomena di atas mencerminkan bahwa perkembangan dan kecepatan
teknologi informasi mempengaruhi pola pikir dan interaksi anak. Namun,
kecepatan anak-anak mengakses teknologi informasi tersebut tidak
sebanding dengan orang tuanya.
Seorang Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak di sebuah kota mengaku
senang kalau anaknya pergi ke warnet dan senantiasa membekalinya dengan
sejumlah uang. Baginya, jika anaknya pergi ke warnet dan dapat
mengoperasikan komputer berarti anaknya tidak gagap teknologi (gaptek)
seperti dirinya. Ibu tersebut sama sekali tidak menyadari bahwa banyak
hal yang negatif dari dunia maya jika tanpa pendampingan.
Permasalahan di dunia pendidikan dan pengasuhan senantiasa meningkat
dari waktu ke waktu. Sebuah penelitian di Amerika mencatat bahwa pada
1940, masalah yang dirasakan guru di sekolah umum adalah seperti
berbicara sebelum gilirannya, mengunyah permen karet, membuat
keributan, berlarian di lorong, memotong antrian, melanggar aturan
berpakaian, dan membuang sampah sembarangan.
Pada 1990, persoalan sudah berubah drastis menjadi menyalahgunakan
obat bius dan alkohol, mengalami kehamilan, memperkosa, merampok, dan
menyerang. Hasil penelitian tersebut terdapat dalam The 7 Habits of
Highly Effective Families (1999) karya Stephen R Covey.
Kini, telah satu dekade sejak penelitian tersebut, permasalahan tentu
makin kompleks, tak hanya di Amerika, juga di gang-gang kecil di
pelosok negeri ini. Namun, banyak orang tua yang belum sadar tentang
pentingnya ilmu-ilmu pengasuhan anak. Ironisnya, di kalangan para
aktivis dakwah Islam pun masih banyak yang menganggap ilmu parenting
bukan hal yang penting dan prioritas. Sebuah yayasan yang mengawali
pelatihan parenting di Indonesia, selama belasan tahun bergerak baru
melatih sekitar 100 ribu orang.
Sudah saatnya parenting menjadi tema besar dakwah di masyarakat Indonesia saat ini. Oleh : Ida Ayu S Penulis buku.